Pj Gubernur Al Muktabar Didorong Berani Tindak Tegas Kasus di Dinkes Banten

By Redaksi / 24/11/2024
IMG-20241124-WA0000

Serang, PB|Pj Gubernur Banten Al Muktabar didorong untuk bertindak tegas terhadap berbagai persoalan yang ada di Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Banten. Dari mulai dugaan Pungli, pengadaan obat-obatan dan makanan untuk pasien di RSUD Cilograng dan Labuan yang nilainya mencapai belasan miliar, serta pengadaan SIM di dua RSUD yang sama.

Padahal, saat ini dua RSUD itu belum beroperasi. Sehingga barang-barang tersebut dimungkinkan tidak akan bisa dimanfaatkan sebagaimana mestinya. Atas hal itu, kemudian menimbulkan pertanyaan besar kenapa pengadaan itu harus dilakukan dan tidak memilih untuk menundanya terlebih dahulu.

Seolah tidak jera dengan kasus Masker yang ‘mengorbankan’ pejabat Dinkes Provinsi Banten pada saat Pandemi Covid-19 lalu, saat ini kasus yang serupa juga patut diduga kembali terjadi, dari mulai dugaan pengumpulan uang Pungutan Liar (Pungli), pekerjaan pengadaan obat, makanan sampai pelatihan Sistem Informasi Manajemen (SIM) di RSUD milik Pemprov Banten sampai persoalan polarisasi ASN di lingkungan Dinkes Provinsi Banten.

Informasi yang dihimpun dari seorang sumber yang tidak mau disebutkan namanya mengungkapkan, dugaan Pungli itu dilakukan oleh petinggi di Dinkes Banten terhadap dua RSUD yang mencapai ratusan juta. Manajemen di dua RSUD ini tidak bisa mengelak karena petinggi Dinkes ini diduga melakukan penekanan.

Uang ‘haram’ itu berdasarkan informasi yang dihimpun dikoordinir atau dikumpulkan di salah satu pejabat Eselon IV atas perintah langsung dari petinggi Dinkes sekitar bulan Agustus 2024 lalu.

Atas permasalahan ini didapatkan informasi sudah dilakukan pemeriksaan oleh salah satu Instansi internal Pemprov Banten, dan diduga sudah terdapat bukti berupa keterangan yang cukup untuk membawa kasus ini ke ranah sebagaimana dimaksud pada PP 94 Tahun 2021 Tentang Disiplin PNS.

Namun sayangnya, sampai saat ini belum ada tindakan tegas yang dilakukan oleh Pj Gubernur Banten selaku PPK untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut. Bahkan seharusnya untuk memperlancar pemeriksaan PNS yang diduga melakukan Pelanggaran Disiplin dan kemungkinan akan dijatuhi Hukuman Disiplin berat, maka PPK bisa menggunakan ketentuan Pasal 31 ayat (1) PP 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS terhadap oknum PNS yakni dibebaskan sementara dari tugas jabatannya oleh atasan langsung sejak yang bersangkutan diperiksa.

Akibat dari belum ada langkah tegas dari Pj. Gubernur Banten atas kasus dugaan Pungli itu, saat ini diduga terjadi polarisasi antara Pihak yang saat pemeriksaan internal tersebut berani terbuka dengan pihak yang diduga terafiliasi dengan petinggi Dinkes Provinsi Banten tersebut, yang diantaranya Pejabat Eselon IV di Dinkes Provinsi Banten dengan inisial G dan A, bahkan juga ada inisial lainnya.

Bahkan terdengar nyinyiran dari kubu yang diduga terafiliasi dengan petinggi Dinkes Provinsi Banten tersebut yang dengan berani menyatakan jika Pj. Gubernur Banten tidak akan berani memeriksa dan membebastugaskan baik terhadap petinggi Dinkes Provinsi Banten tersebut dan geng-nya.

Bahkan konon kabarnya mereka sudah menyusun ‘kabinet’ untuk menggantkan dan menyingkirkan “orang-orang” yang telah memberikan keterangan terbuka tersebut, hal ini disebabkan karena konon petinggi Dinkes tersebut sudah berkoordinasi dengan berbagai pihak baik di daerah bahkan di pusat untuk melindungi dan untuk tetap bertahan di Dinkes Provinsi Banten.

Persoalan lainnya terkait dengan Pengadaan Barang dan Jasa SIM RS di RSUD Cilograng dan Labuan yang telah dilakukan pengadaannya di akhir tahun 2024 ini. Padahal diketahui kedua RSUD tersebut belum beroperasi dan bahkan belum ada personilnya. Sehingga pelatihan yang dilakukan oleh penyedia aplikasi itu menimbulkan pertanyaan kepada siapa dilakukan? Apakah yakin jika yang diberikan pelatihan tersebut akan ditempatkan di 2 RSUD yang dimaksud atau hanya sekedar melengkapi syarat administrasi agar dapat dilakukan pembayaran kepada pihak penyedia barang yang konon nilainya miliaran rupiah

Selanjutnya pengadaan Obat dan Makanan pasien di RSUD Labuan dan Cilograng yang nilainya juga mencapai belasan miliar. Berdasarkan dokumentasi foto yang diterima obat-obatan dan makanan pasien itu saat ini disimpan di RSUD Labuan dan Cilograng dengan ditempatkan bukan pada tempat yang semestinya atau gudang obat yang sesuai standar.

Apalagi obat yang dibeli itu ada vaksin dan sejenisnya yang membutuhkan Alat Pendingin khusus untuk penyimpanannya, demikian juga dengan obat – obatan yang mengandung Obat Bius tentunya diperlukan penanganan khusus untuk menyimpannya.

Selain itu apa urgensi-nya jika pengadaan obat – obatan dan makanan pasien untuk RSUD Labuan dan RSUD Cilograng dilakukan sekarang? Lagi – lagi bukankah belum beroperasi dan sangat beresiko Rusak atau Hilang. Atau jangan – jangan hanya untuk sekedar melengkapi syarat administrasi agar dapat dilakukan pembayaran kepada pihak penyedia barang.

Bahkan konon kabarnya untuk “Mencuci tangan” atas permasalahan pengiriman obat – obatan dan makanan pasien ke 2 RSUD yang belum beroperasi ini petinggi Dinkes Provinsi Banten tersebut meminta SPJM (Surat Pertanggungjawaban Mutlak) dari Plt Pimpinan RSUD Cilograng dan RSUD Labuan, jika ini benar maka akan diduga aka nada tumbal lagi sebagaimana kasus masker dulu.

Informasi lain beredar juga akan adanya pengadaan Bahan Medis Habis Pakai untuk RSUD Labuan dan Cilograng juga telah di eksekusi yang nilainya juga mencapai belasan miliar. Lagi dan lagi pertanyaannya apakah memang harus disegarakan?

SIKAP TIDAK PANTAS PETINGGI DINKES PROVINSI BANTEN

Bahwa bukan rahasia umum lagi jika petinggi di Dinas Kesehatan Provinsi Banten ini, ketika menegur bawahannya terlontar kalimat – kalimat yang sangat tidak enak didengar dan bahkan dilakukan dengan tidak dapat mengkontrol emosinya, sehingga hal ini juga seharusnya sudah menjadi catatan awal dari sang petinggi ini.

Bahwa seharusnya selain dibebastugaskan sebagai petinggi di Dinkes Provinsi Banten, petinggi ini juga dapat dilakukan mutasi ke tempat lain, karena sudah menjabat lebih dari 5 (lima) tahun, hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 131 ayat (2) PP 11 Tahun 2017. (Pul/Red)

Redaksi

Related posts

Newsletter

Dapatkan notifikasi beita terbaru.

ban11

Recent News