Dugaan Pemotongan Kapal Ilegal di Banten, Politisi Demokrat Diperiksa Penyidik Hubla

By Redaksi / 30/06/2025
Foto: Kapal MV Golden Pearl 9 tampak terbengkalai di pesisir Banten, diduga menjadi objek pemotongan ilegal tanpa izin resmi dari pihak berwenang.
Foto: Kapal MV Golden Pearl 9 tampak terbengkalai di pesisir Banten, diduga menjadi objek pemotongan ilegal tanpa izin resmi dari pihak berwenang.

Serang, portalbanten.id|Dugaan praktik pemotongan kapal ilegal kembali mencuat di wilayah pesisir Banten. Direktorat Jenderal Perhubungan Laut (Ditjen Hubla) Kementerian Perhubungan memeriksa sejumlah pihak terkait aktivitas pembongkaran kapal MV Golden Pearl 9 yang berlangsung pada 10 Juni 2025.

Salah satu pihak yang ikut dimintai keterangan adalah NM, politisi Partai Demokrat yang menjabat sebagai Wakil Ketua DPD Demokrat Banten. Ia diperiksa dalam kapasitasnya sebagai pemilik lahan PT Karya Putra Berkah, lokasi tempat kapal tersebut dipotong. Informasi yang dihimpun menyebutkan, lahan itu belum memiliki izin resmi penutuhan kapal dari Ditjen Hubla.

Selain NM, penyidik juga telah memeriksa beberapa nama lain yang diduga terlibat langsung dalam kegiatan pemotongan, antara lain SN (Direktur perusahaan salvage), NB (pemilik kapal), dua broker berinisial JJ dan RM, serta MS yang disebut sebagai mandor lapangan.

Tak hanya soal legalitas lahan, kegiatan pemotongan kapal juga dinilai melanggar aturan karena tidak dilengkapi dokumen wajib, seperti sertifikat penutuhan, izin pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3), serta tidak disupervisi oleh petugas Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas I Banten.

Seorang petugas KSOP membenarkan keterkaitan lahan dengan NM. “Itu milik Nasrul Ulum. Bukan anggota dewan, karena belum sempat terpilih,” ujar petugas tersebut saat dikonfirmasi pada Senin (30/6).

Hingga berita ini diturunkan, NM belum memberikan pernyataan resmi terkait pemeriksaannya oleh penyidik Ditjen Hubla.

Penghentian aktivitas pemotongan kapal mengacu pada Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 29 Tahun 2014 tentang Perlindungan Maritim serta Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.

Bila terbukti melanggar, pelaku bisa dikenai sanksi pidana maupun administratif, terutama jika berdampak pada pencemaran lingkungan.

Warga pesisir mengaku lega atas penghentian aktivitas tersebut. Suwarni, nelayan asal Bojonegara, mengatakan kegiatan itu sempat memengaruhi hasil tangkapan ikan.

“Alhamdulillah sekarang sudah dihentikan. Mudah-mudahan laut kembali bersih dan ikan lebih mudah dicari,” ujarnya.

Pemerintah mengingatkan seluruh pelaku usaha maritim untuk mematuhi regulasi dan menjaga keberlanjutan lingkungan pesisir.

Aktivitas industri yang tidak bertanggung jawab, ditegaskan, akan ditindak tegas demi melindungi ekosistem laut dan mata pencaharian warga.

 

Laporan: Dede

Redaksi

Related posts

Newsletter

Dapatkan notifikasi beita terbaru.

ban11

Recent News