Anarki Terselubung: Meningkatnya Premanisme Dalam Balutan Legitimasi Sosial

By Redaksi / 15/05/2025
75c6077b-2ffb-44e4-ad48-d09d27e88823 (1)

Oleh: Teja Sanjaya.

Premanisme, sebuah fenomena sosial yang seolah tak pernah benar-benar hilang dari lanskap kehidupan masyarakat Indonesia, kembali mencuat ke permukaan pada pertengahan tahun 2025. Dalam beberapa bulan terakhir, sejumlah kasus pemalakan, penguasaan wilayah secara ilegal, hingga kekerasan terhadap pedagang kecil kembali mengisi pemberitaan nasional. Ironisnya, bentuk-bentuk premanisme yang muncul kini semakin canggih, dengan sebagian pelakunya menyamar di balik atribut organisasi masyarakat (ormas). Hal ini menimbulkan kekhawatiran publik terhadap penegakan hukum dan keberlanjutan rasa aman di tengah masyarakat. Esai ini bertujuan mengulas kebangkitan kembali premanisme, faktor pemicunya, dampak sosial yang ditimbulkan, hingga solusi yang dapat ditawarkan oleh negara dan masyarakat sipil.

Kebangkitan Premanisme di 2025

Beberapa kota besar seperti Jakarta, Medan, dan Makassar kembali mencatat peningkatan laporan terkait aksi premanisme. Di pasar-pasar tradisional, sejumlah pedagang mengeluhkan adanya pungutan liar dari oknum yang mengaku “mengamankan” wilayah. Di terminal dan pelabuhan, kelompok-kelompok tak resmi kembali muncul menawarkan jasa “pengamanan” yang sesungguhnya adalah bentuk pemerasan. Lebih mengkhawatirkan, beberapa ormas lokal mulai menunjukkan gejala mencampuradukkan aktivitas sosial mereka dengan tindakan koersif dan intimidatif, termasuk terhadap aparat negara.

Contoh paling nyata adalah kasus bentrokan antara ormas yang menguasai wilayah pasar dan warga lokal di Banten serta Sumatera Utara. Di beberapa kasus, tindakan main hakim sendiri dilakukan secara terang-terangan dan direkam warga, namun respon hukum cenderung lambat atau bahkan nihil. Hal ini mengindikasikan bahwa premanisme telah berevolusi, bukan lagi sekadar tindakan individu atau kelompok liar, melainkan terorganisasi dan tersamarkan di balik legitimasi sosial semu.

Faktor Penyebab Meningkatnya Premanisme, ada beberapa faktor utama yang memicu kebangkitan kembali premanisme di 2025,: Tahun 2024 dan 2025 menjadi periode sulit bagi ekonomi rakyat. Banyak sektor informal terpukul oleh inflasi dan terbatasnya akses modal. Kondisi ini membuka celah bagi munculnya kelompok-kelompok pemeras yang memanfaatkan ketidakberdayaan masyarakat kecil.

Banyak warga yang enggan melaporkan tindakan premanisme karena trauma masa lalu di mana pelaku tetap bebas berkeliaran. Keterlibatan oknum aparat dalam melindungi kelompok preman, baik secara pasif maupun aktif, turut memperparah situasi.

Premanisme Berkedok Ormas

Fenomena baru yang patut menjadi perhatian serius adalah munculnya organisasi masyarakat yang dalam praktiknya melakukan intimidasi, pemerasan, dan penguasaan wilayah. Ormas yang seharusnya menjadi mitra sosial pemerintah berubah menjadi alat dominasi kelompok tertentu, terkadang dengan restu politik lokal. Mereka mengenakan seragam, memiliki markas, bahkan melakukan apel kebangsaan, namun substansi aktivitasnya menjurus pada tindakan kriminal terorganisir.

Generasi muda di banyak daerah mengalami kebingungan arah hidup akibat minimnya akses pendidikan dan pekerjaan. Dalam kondisi ini, mereka mudah direkrut oleh kelompok preman atau ormas radikal yang menjanjikan “keluarga”, perlindungan, dan penghasilan instan.

Kebangkitan premanisme tidak hanya berdampak pada rasa aman, tetapi juga memukul sendi-sendi ekonomi lokal. Banyak pedagang memilih menutup usahanya karena tidak sanggup lagi membayar pungutan liar. Investor skala kecil dan menengah menarik diri dari wilayah-wilayah yang dikuasai ormas atau kelompok preman. Ketakutan masyarakat juga meningkat: warga enggan berbicara terbuka atau membuat laporan karena takut dibalas.

Secara sosial, hal ini menciptakan iklim teror dan menurunnya kepercayaan pada institusi negara. Ketika hukum tidak mampu melindungi masyarakat, maka kekuasaan informal seperti preman dan ormas kekerasan akan mengambil alih peran tersebut, memicu anarki terselubung di tingkat lokal.

Sejauh ini, pemerintah pusat melalui Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) telah melakukan beberapa operasi penertiban premanisme. Namun, efektivitasnya masih terbatas karena pendekatan yang bersifat sementara dan reaktif. Di sisi lain, undang-undang tentang ormas belum cukup kuat untuk menindak organisasi yang menyimpang dari visi sosial dan berubah menjadi alat intimidasi.

Ketegasan hukum terhadap ormas yang melakukan kekerasan masih menjadi PR besar. Dibutuhkan keberanian politik untuk membubarkan atau mencabut izin organisasi yang terbukti menyalahgunakan kewenangannya. Aparat daerah juga harus diberi sanksi jika terbukti membiarkan atau bahkan memfasilitasi aktivitas premanisme berkedok ormas.

Mengatasi premanisme tidak bisa hanya mengandalkan aparat. Komunitas lokal harus turut serta membangun lingkungan yang sehat secara sosial. Pendidikan karakter, pelatihan kerja, dan forum dialog warga sangat penting untuk mencegah anak muda terjebak dalam jaringan kekerasan.

Lembaga swadaya masyarakat (LSM), tokoh agama, dan media juga berperan penting dalam mengangkat suara korban dan mengawasi penyimpangan yang terjadi. Selain itu, kolaborasi antara warga dan aparat dalam bentuk forum keamanan lingkungan (FKL) dapat menjadi benteng awal melawan premanisme.

Premanisme, termasuk dalam bentuk yang disamarkan melalui atribut ormas, merupakan ancaman nyata bagi ketertiban sosial Indonesia di tahun 2025. Fenomena ini tidak hanya berkaitan dengan tindakan kriminal, tetapi juga merupakan gejala dari krisis struktural yang lebih dalam: ketimpangan, lemahnya hukum, dan pencarian identitas sosial oleh generasi muda.

Oleh karena itu, penanganan premanisme harus bersifat menyeluruh. Dalam jangka pendek, diperlukan penegakan hukum yang tegas, bersih, dan berani terhadap pelaku premanisme serta ormas yang menyimpang. Dalam jangka panjang, pemerintah perlu memperkuat pendidikan, menciptakan lapangan kerja, dan membangun ketahanan sosial warga.

Jika tidak ditangani secara sistematis dan menyeluruh, premanisme akan terus menjadi duri dalam daging pembangunan bangsa. (***)

Redaksi

Related posts

Newsletter

Dapatkan notifikasi beita terbaru.

ban11

Recent News