Oleh: Shelby Aurell
Di sebuah negeri yang dipimpin oleh kekuasaan absolut, sinar keadilan terasa semakin redup. Para pemimpin yang terobsesi dengan kekuasaan melupakan prinsip-prinsip dasar keadilan.
Hakim-hakim terintimidasi, hukum menjadi lemah, dan rakyat terperangkap dalam labirin ketidakadilan. Keberanian untuk melawan kekuasaan telah tertutup oleh bayang-bayang yang membutakan mata keadilan, menyisakan cerita gelap tentang penindasan dan ketidaksetaraan.
Kekuasaan politik mencerminkan kontrol dan pengaruh dalam pembuatan keputusan politik. Ini dapat dimiliki oleh individu. kelompok, atau lembaga.
Kekuasaan politik bisa bersumber dari legitimasi demokratis, posisi formal, atau pengaruh informal dalam hubungan sosial.
Kekuasaan politik memegang peranan sentral dalam dinamika masyarakat dan negara. Sebagai kekuatan yang memengaruhi pembentukan kebijakan dan pengambilan keputusan, kekuasaan politik memiliki dampak yang mendalam terhadap arah perkembangan bangsa.
Kekuasaan politik rentan terhadap penyalahgunaan. Korupsi, nepotisme, dan ketidaksetaraan akses terhadap kekuasaan dapat mengancam prinsip demokrasi dan keadilan.
Oleh karena itu, kontrol yang efektif dan partisipasi aktif masyarakat sangat prnting untuk menjaga keseimbangan kekuasaan politik.
Kekuasaan politik sangat rentan, kekuasaan dapat di salah gunakan oleh seorang pemimpin yang serakah, yang menganggap dirinya berkuasa dan menutup mata untuk warga yang dipimpinnya.
Mulai banyak nya pemimpin dan aparat negara yang melakukan ketidakadilan dalam hukum membuat banyak warga sengsara.
Warga yang dijanjikan dengan demokrasi namun masih saja banyak oknum-oknum di pemerintahan masih saja melakukan penyalahgunaan wewenang yang dipunyainya.
Banyak nya kasus yang beredar tentang tidak adilnya hukum di Indonesia, salah satu contoh kasus yang juga baru-baru ini terjadi yaitu kasus Anwar Usman selaku ketua hakim MK dianggap melakukan penyalahgunaan kekuasaan sebagai Hakim Mahkamah Konstitusi.
Dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi ini semakin mengemuka setelah MK yang diketuai oleh ipar Presiden Joko Widodo, Anwar Usman, mengabulkan gugatan terkait syarat usia calon presiden dan wakil presiden.
Dalam putusan nomor 90/PUU=XXI/2023, MK merumuskan sendiri norma bahwa seorang pejabat yang terpilih melalui pemilu dapat mendaftarkan diri sebagai capres dan cawapres walau tak memenuhi batas usia minimum 40 tahun.
Putusan tersebut seolah-olah memberikan jalan bagi putra sulung Jokowi Widodo yang juga keponakan Anwar, Gibran Rakabuming Raka, untuk dapat menyalonkan diri sebagai calon wakil presiden pada pilpresn 2024 dalam usia 36 tahun.
Anwar Usman terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik atas uji materi perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang batas usia calon presiden dan calon wakil presiden. Putusan ini diketuk oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).
Dapat disimpulkan Anwar Usman melanggar kode etik hakim MK dengan membuat keputusan batas usia calon presiden dan calon wakil presiden yang seolah memberikan tiket bagi Gibran Rakabuming Raka untuk ikut serta dalam pilpres 2024.
Tindakan yang dilakukan oleh Anwar Usman menimbulkan perdebatan di masyarakat yang menjadikan ia turun dari jabatannya sebagai ketua hakim MK.
Solusi yang dapat dilakukan yaitu dengan menumbuhkan kesadaran masyarakat mengenai politik yang dapat membuat mata masyarakat terbuka akan politik dan dapat mengkritisi pemimpin-pemimpin negara yang tidak sesuai dengan hukum yang berjalan di Indonesia.
Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan penetapan hukum yang tegas dan merata kepada seluruh kalangan. Dan juga tidak membedakan masyarakat karena kita adalah satu yaitu warga Indonesia.
Penulis adalah mahasiswa semester 1 Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Prodi Ilmu Komunikasi.