Kab. Tangerang, Portal Banten|Di sudut pesisir Pantura yang sunyi, sebuah pertanyaan besar menggema di antara tumpukan sampah dan genangan air: adakah pemimpin yang benar-benar membangun wilayah ini?
Menjelang pergantian pucuk pimpinan di Kecamatan Kronjo, warga tampak tidak merayakan dengan pesta atau harapan, melainkan dengan rasa waswas.
Bukan karena tidak percaya pada pemimpin baru, tapi karena mereka sudah terlalu lama hidup dalam janji-janji pembangunan yang lebih mirip puisi usang indah didengar, tak kunjung terasa.
Di Desa Cirumpak dan Desa Pasirian, banjir seolah menjadi warisan budaya. Sejak 2007 hingga kini, air tetap setia mampir ke rumah warga setiap musim hujan. Warga berseloroh, “Kalau saja banjir bisa bayar pajak, mungkin ia sudah diangkat jadi warga kehormatan.”
Sementara itu, sampah menjadi simbol persatuan masyarakat: berserakan merata di jalan kabupaten, jalan provinsi, hingga jalan desa. Tak pandang bulu, bahkan depan rumah mantan anggota DPRD Kabupaten Tangerang pun tak luput dijadikan lokasi ‘deposit sampah tak bertuan’. Tangan-tangan jahil yang tak bertanggung jawab tampak lebih sigap dari petugas kebersihan.
“Dulu kami pikir bau menyengat itu tanda-tanda rejeki. Tapi setelah sekian tahun, ternyata cuma bau sampah,” ujar seorang warga sambil mengipas-ngipas hidung dengan daun pisang.
Kini, harapan digantungkan kepada Camat baru. Warga menanti gebrakan, bukan sekadar rapat evaluasi. Mereka ingin pemimpin yang bukan hanya pandai berswafoto di lokasi banjir atau tersenyum di tumpukan sampah, tapi yang juga paham bahwa pembangunan bukan hanya soal memotong pita saat peresmian, melainkan juga membersihkan selokan dan membangun sistem drainase.
Warga pesisir Kronjo pun bertanya lirih, “Apakah perubahan hanya terjadi di papan nama kantor kecamatan?”
Laporan: Redaksi|Editor: Dodi Surya Pratama|Edisi Khusus Kronjo









