Tangerang, portabanten.id|Abdul Aziz terduduk lemas di Polsek Jatiuwung, Kota Tangerang. Matanya sembab. Air matanya mengalir tanpa henti. Ia bukan menangisi luka fisik, tapi kehilangan alat yang menjadi satu-satunya harapan hidupnya: sebuah telepon genggam.
Ponsel itulah yang digunakan Abdul untuk menjalankan profesinya sebagai pengemudi ojek online. Tanpa itu, ia tak bisa bekerja, tak bisa mengantar penumpang, tak bisa mengirim pesanan, dan tak bisa mengirim uang untuk anak dan istrinya di rumah.
Peristiwa bermula saat Abdul berhenti sejenak di Jalan Kresek Raya, Kelurahan Duri Kosambi, Kecamatan Cengkareng, Jakarta Barat. Ia ingin beristirahat sambil mengisi daya ponselnya. Tapi saat terbangun, handphone itu telah hilang entah ke mana.
“Bingung saya, belum makan seharian. Anak minta uang buat beli susu dan jajan. HP satu-satunya buat cari nafkah, hilang,” ujar Abdul di kantor polisi, Sabtu, 14 Juni 2025.
Usahanya untuk menghubungi pelaku pencurian tak membuahkan hasil. Meski sempat membalas lewat aplikasi WhatsApp, pelaku justru memerasnya. Ia meminta Abdul mentransfer uang sebesar Rp100 ribu jika ingin ponselnya kembali.
“Saya transfer, tapi HP tetap enggak dikembalikan,” kata Abdul dengan suara tertahan.
Bagi Abdul, ponsel itu bukan sekadar alat komunikasi. Ia adalah penghubung antara keringat dan dapur rumah. Dengan tiga anak yang masih kecil dan istri yang menunggu di rumah, hilangnya ponsel berarti hilangnya penghasilan.
“Saya cuma ingin kerja halal. Nggak minta banyak, cuma pengen bisa kasih makan keluarga,” ujarnya lirih.
Kejadian ini sudah dilaporkan ke kepolisian. Abdul hanya berharap ada bantuan agar ia bisa membeli ponsel bekas dan kembali mencari nafkah.
“Semoga pencurinya sadar, dan diampuni urusannya. Tapi saya cuma ingin HP, biar bisa kerja lagi,” katanya sebelum kembali terisak.
Laporan Redaksi